Koperasi di Indonesia
Koperasi di Indonesia, menurut UU tahun 1992, didefinisikan sebagai
badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi
dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip koperasi
sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas
kekeluargaan. Di Indonesia, prinsip koperasi telah dicantumkan dalam UU
No. 12 Tahun 1967 dan UU No. 25 Tahun 1992.
Prinsip koperasi di Indonesia kurang lebih sama dengan prinsip yang
diakui dunia internasional dengan adanya sedikit perbedaan, yaitu adanya
penjelasan mengenai SHU (Sisa Hasil Usaha).
Sejarah koperasi di Indonesia
Logo Gerakan Koperasi Indonesia (1960an-2012)
Sejarah singkat gerakan koperasi bermula pada abad ke-20 yang pada
umumnya merupakan hasil dari usaha yang tidak spontan dan tidak
dilakukan oleh orang-orang yang sangat kaya. Koperasi tumbuh dari
kalangan rakyat, ketika penderitaan dalam lapangan ekonomi dan sosial
yang ditimbulkan oleh sistem kapitalisme semakin memuncak. Beberapa
orang yang penghidupannya sederhana dengan kemampuan ekonomi terbatas,
terdorong oleh penderitaan dan beban ekonomi yang sama, secara spontan
mempersatukan diri untuk menolong dirinya sendiri dan manusia sesamanya.
Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di
Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi).
Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin
menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman
dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan
koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut
selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten
residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil
mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan
Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan
Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena
mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga
menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi. Di samping itu ia
pun mendirikan lumbung-lumbung desa yang menganjurkan para petani
menyimpan pada pada musim panen dan memberikan pertolongan pinjaman padi
pada musim paceklik. Ia pun berusaha menjadikan lumbung-lumbung itu
menjadi Koperasi Kredit Padi. Tetapi Pemerintah Belanda pada waktu itu
berpendirian lain. Bank Pertolongan, Tabungan dan Pertanian dan Lumbung
Desa tidak dijadikan Koperasi tetapi Pemerintah Belanda membentuk
lumbung-lumbung desa baru, bank –bank Desa , rumah gadai dan Centrale
Kas yang kemudian menjadi Bank Rakyat Indonesia (BRI). Semua itu adalah
badan usaha Pemerntah dan dipimpin oleh orang-orang Pemerintah.
Pada zaman Belanda pembentuk koperasi belum dapat terlaksana karena:
1. Belum ada instansi pemerintah ataupun badan non pemerintah yang memberikan penerangan dan penyuluhan tentang koperasi.
2. Belum ada Undang-Undang yang mengatur kehidupan koperasi.
3. Pemerintah jajahan sendiri masih ragu-ragu menganjurkan koperasi
karena pertimbangan politik, khawatir koperasi itu akan digunakan oleh
kaum politik untuk tujuan yang membahayakan pemerintah jajahan itu.
Mengantisipasi perkembangan koperasi yang sudah mulai memasyarakat,
Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan perundangan tentang
perkoperasian. Pertama, diterbitkan Peraturan Perkumpulan Koperasi No.
43, Tahun 1915, lalu pada tahun 1927 dikeluarkan pula Peraturan No. 91,
Tahun 1927, yang mengatur Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi bagi golongan
Bumiputra. Pada tahun 1933, Pemerintah Hindia-Belanda menetapkan
Peraturan Umum Perkumpulan-Perkumpulan Koperasi No. 21, Tahun 1933.
Peraturan tahun 1933 itu, hanya diberlakukan bagi golongan yang tunduk
kepada tatanan hukum Barat, sedangkan Peraturan tahun 1927, berlaku bagi
golongan Bumiputra. Diskriminasi pun diberlakukan pada tataran
kehidupan berkoperasi
Pada tahun 1908, Budi Utomo yang didirikan oleh Dr. Sutomo memberikan
peranan bagi gerakan koperasi untuk memperbaiki kehidupan rakyat.[8]
Pada tahun 1915 dibuat peraturan Verordening op de Cooperatieve
Vereeniging, dan pada tahun 1927 Regeling Inlandschhe Cooperatieve.
Pada tahun 1927 dibentuk Serikat Dagang Islam, yang bertujuan untuk
memperjuangkan kedudukan ekonomi pengusah-pengusaha pribumi. Kemudian
pada tahun 1929, berdiri Partai Nasional Indonesia yang memperjuangkan
penyebarluasan semangat koperasi.
Namun, pada tahun 1933 keluar UU yang mirip UU no. 431 sehingga
mematikan usaha koperasi untuk yang kedua kalinya. Pada tahun 1942
Jepang menduduki Indonesia. Jepang lalu mendirikan koperasi kumiyai.
Awalnya koperasi ini berjalan mulus. Namun fungsinya berubah drastis dan
menjadi alat Jepang untuk mengeruk keuntungan, dan menyengsarakan
rakyat Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, pada tanggal 12 Juli 1947, pergerakan
koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di
Tasikmalaya. Hari ini kemudian ditetapkan sebagai Hari Koperasi
Indonesia. Sekaligus membentuk Sentral Organisasi Koperasi Rakyat
Indonesia (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya (Bandung sebagai
ibukota provinsi sedang diduduki oleh tentara Belanda).
Fungsi dan peran koperasi Indonesia
Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 Pasal 4 dijelaskan bahwa
koperasi memiliki fungsi dan peranan antara lain yaitu mengembangkan
potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya
mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian
rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan
kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa.
Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Koperasi
http://silvesterhotasi.wordpress.com/2013/10/07/sejarah-dan-perkembangan-koperasi-di-indonesia/
Kesimpulan = sejarah berdirinya koperasi Pada tahun 1896 seorang Pamong Praja Patih R.Aria Wiria Atmaja di
Purwokerto mendirikan sebuah Bank untuk para pegawai negeri (priyayi).
Ia terdorong oleh keinginannya untuk menolong para pegawai yang makin
menderita karena terjerat oleh lintah darat yang memberikan pinjaman
dengan bunga yang tinggi. Maksud Patih tersebut untuk mendirikan
koperasi kredit model seperti di Jerman. Cita-cita semangat tersebut
selanjutnya diteruskan oleh De Wolffvan Westerrode, seorang asisten
residen Belanda. De Wolffvan Westerrode sewaktu cuti berhasil
mengunjungi Jerman dan menganjurkan akan mengubah Bank Pertolongan
Tabungan yang sudah ada menjadi Bank Pertolongan, Tabungan dan
Pertanian. Selain pegawai negeri juga para petani perlu dibantu karena
mereka makin menderita karena tekanan para pengijon. Ia juga
menganjurkan mengubah Bank tersebut menjadi koperasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar